Apakah setiap kehidupan kita nantinya akan berlawanan dengan apa yang kita duga? Jawabannya di antara ya, tidak dan keduanya. Realitas yang menghampiri kita selama berhadapan dengan kehidupan ini senantiasa membuat kita mati kutu. Apa sebabnya?
Ya, begitulah, selama belajar setengah semester tentang hal-hal berbau filsafat kini saya baru merasakan kontradiksi terhadap apa yang saya pikirkan dan apa yang saya lihat. Wujud dunia ideal selalu terpampang dan terbayang di pikiran saya manakala memikirkan hal-hal positif tentang apa sebenarnya tujuan dan peranan filsafat itu dalam kehidupan.
Melihat keberagaman dan keunikan individu dalam ruang lingkup kampus membuat saya terpojok pada satu sisi di mana saya asik sendiri memikirkan apa yang mereka tidak pikirkan. Merenung dan kadang melamun menjadi satu hal bagian saya berfilsafat.
Filsafat, ya bagi segelintir orang mungkin ilmu pengetahuan ini begitu asing. Filsafat adalah ilmu yang mencari hakikat tentang segala sesuatu dari realitas yang ada. Realitas yang saya hadapi inilah yang senantiasa saya pikirkan. Begitu juga dengan realitas-realitas lain yang unik dari tiap individu lain. Entah, semua realitas-realitas itu sungguh kejadian yang mengagumkan dilihat dari sudut pandang bagaimana kejadian itu bisa muncul di permukaan. Landasan berpikir kritis, logis, sistematis, dan metodis harus digunakan dalam menelaah realitas yang ada. Tanpa unsur itu berpikir menjadi tiada guna.
Dan berpikir adalah interaksi antara akal budi (common sense) dan hati nurani (conscience) dengan pengetahuan (knowledge) yang kita miliki. Filsafat adalah sarana dan yang menggunakannya adalah akal budi. Dengan sarana itu akal budi memiliki pedoman dan tuntunan dalam menelusuri sesuatu. Sedangkan hati nurani itu menjadi pembatasnya. Mudahnya begini, hal yang mengurusi benar dan salah itu adalah akal budi sedangkan hal yang mengurusi baik dan buruk adalah hati nurani. Sehingga pemikiran berlandaskan filsafat menghasilkan kesimpulan yang bukan sekadar benar namun juga baik.
Padahal, kenyataanya tidak seperti itu. Semuanya akan berlawanan dengan realitas, apapun itu. Pemikiran yang mengikuti aturan-aturan logika, runut, dan komprehensif tidak cukup untuk mengatasi masalah yang begitu rumit.
Jadi apa sebabnya?
Terserah pada Anda, karena saya takut apabila yang saya kemukakan di sini akan berlawanan terhadap realitas yang Anda hadapi nanti.
2 comments:
"Pemikiran yang mengikuti aturan-aturan logika, runut, dan komprehensif tidak cukup untuk mengatasi masalah yang begitu rumit."... Ya! karena realitas tidak cukup dicerap dengan akal. Realitas tersedia jauh melebihi kemampuan akal untuk memahami.
setuju!! karena realitas mengantarkan kita mengenali jati diri hidup..
Post a Comment