“I am not that i’m so smart, it’s just that i stay with problems longer” – Albert Einstein
Teringat dulu waktu SMA banyak berkutat masalah-masalah yang dihadapi dalam bentuk soal-soal Matematika atau Fisika. Ya paling banyak soal-soal matematika, dari semenjak UN SMP menyelesaikan bank soal matematika di buku persiapan UN. Dengan mendapat rekor nilai tertinggi pada saat Try out dan berkali-kali mendapatkan nilai 100 pada mata uji matematika (kalo tidak salah 3 kali, dimana saya hanya menjawab "kebetulan" ketika ditanya teman-teman), hingga pada UN sebenarnya pun mendapatkan nilai 100. Hasil yang diluar dugaan dan sedikit keajaban. Alhamdulillah berkat usaha keras dan kesenangan mengerjakan soal, pencapaian ini dapat diperoleh. Dan jika ditanya, "Ah, itu kebetulan aja deh kayanya".
Duduk di bangku SMA, kebiasaan yang dulu muncul lagi. Sejak semester pertama kelas 1 saya iseng membaca buku-buku matematika miliki kakak saya yang waktu itu kelas 3 SMA. Saya melihat materi-materi yang lebih menarik yang saya bisa eksplorasi lebih jauh mengenai kalkulus Integral. Saya mencoba mengerjakan soal-soalnya dengan senang hati dan tanpa paksaan. Saya juga senang mengerjakan soal-soal pada bank soal UN SMA yang saya peroleh di perpustakaan. Hingga suatu saat kebetulan ada seleksi untuk mengikuti perlombaan kompetisi MIPA di SMA. Saya coba mengikuti seleksi dan Alhamdulillah berhasil lolos. Dari bocoran yang saya peroleh ternyata saya mendapatkan nilai tertinggi ketika seleksi namun tidak terlalu saya hiraukan, yang terpenting saya bisa lolos dan sangat senang sekali waktu itu. Nampaknya berkat saya terbiasa mengerjakan soal-soal maka dimudahkan dalam seleksi tersebut
Pada saat kompetisi berlangsung saya sedikit tidak yakin dengan apa yang saya kerjakan. Soal-soalnya cukup menantang dan dengan topik/model soal yang baru sehingga saya banyak melakukan terkaan untuk menjawabnya. Dan cukup kaget juga ketika pengumuman saya mendapat juara 3. Dan itulah pertama kalinya saya mempunyai pengalaman mengikuti perlombaan matematika ketika SMA. Dengan rasa senang dan bangga membawa pulang piala ke rumah. Dan ini satu-satunya piala yang saya bawa ke rumah ketika menang dalam perlombaan. Sisanya disumbangkan di sekolah.
Banyak lomba-lomba berikutnya yang saya ikuti setelah kompetisi MIPA ini dan cukup panjang jika saya tuliskan pengalaman saya ini. Barangkali di lain waktu saya dapat menceritakannya.
1. Kompetisi MIPA SMAN 2 Tangerang 2007
2. Kompetisi Cepat Tepat Matematika Himatika UNTIRTA Banten 2007
3. Kompetisi MIPA SMAN 2 Tangerang 2008
4. Kompetisi MIPA Tetra Science SMAN 4 Tangerang 2008
5. OSK Matematika Tangerang 2008
6. OSP Matematika Banten 2008
6. Kompetisi Matematika IPB
Tidak semuanya sukses dan juara. Ya terkadang sering muncul rasa kecewa karena kalah, namun biasanya hanya beberapa hari. Dan hari-hari selanjutnya saya isi dengen kesenangan mencari hal-hal terkait matematika. Apalagi ketika saya mengenal Internet, banyak informasi-informasi matematika yang saya gali mendalam dan saya pelajari. Ada yang saya simpan di komputer, dan ada yang saya dokumentasikan di buku dengan menulis ulang. Dimulai dari biografi matematikawan, misteri bilangan Pi, rumus volume bola dan elips, bilangan e dan logaritma, faktorial, teori bilangan, integral dan lain-lain. Dan idola-idola saya adalah, Carl Friedric Gauss dan Leonhard Euler.
Dan lagi-lagi, kesenangan mengerjakan soal-soal muncul lagi ketika SMA. Alhamdulilah dalam beberapa try out saya juga mendapatkan nilai tertinggi. Meskipun pada beberapa UN nilai mata uji matematika saya tidak 100, namun ketika UN akhirnya mendapatkannya.
Hingga kebiasaan mengerjakan soal matematika berlanjut di kuliah, namun dengan frekuensi yang mulai berkurang karena kesibukan di kegiatan UKM. Dengan tidak bermaksud sombong, semua mata kuliah yang berkaitan dengan matematika dari awal saya mengikuti perkuliahan hingga lulus semuanya mendapatkan nilai A. Dan ini bukan semata-mata saya cerdas atau jenius, namun hanya kesenangan saya mengerjakan soal-soal matematika. Dalam kompetisi matematika OSN-PTI saya gagal, dan saya merasa kemampuan matematika saya tidak sehebat yang lainnya. Saya menyadari kemampuan saya yang terbatas. Modal saya hanya ketekunan dan ketertarikan terhadap matematika.
Kesenangan mengerjakan soal-soal akhirnya terputus ketika lulus kuliah. Soal-soal yang dihadapi kini tidak lagi ada di atas kertas namun ada dan nyata muncul pada dunia yang sebenarnya.
Sekarang masalah dalam soal tersebut berubah dan terwujud ke dalam dunia nyata.
Kemampuan problem solving dan pemecahan masalah sangat diperlukan dalam menjalani hidup ini.
Terkadang tidak semua masalah dapat dicari jalan keluarnya dengan segera.
Butuh waktu untuk ditemukan solusi permasalahan, entah itu sehari, seminggu, dan seterusnya dan bahkan tidak ditemukan solusi, menjadi masalah baru yang diubah perspektifnya sehingga ditemukan jawaban yang "sedikit" lebih memuaskan.
Dan masalah pun terkadang perlu di lupakan dulu sementara dan di-tackle menjauh dari pikiran. Karena banyak masalah-masalah lain yang prioritas dan realistis untuk dipecahkan. Dan dengan harapan setelah munculnya solusi masalah baru menimbulkan rasa semangat yang baru juga menyelesaikan masalah yang lama, dimana entah ada solusinya atau tidak... atau kembali masalah digeser menjadi perspektif baru dan dicarikan solusinya yang lebih memuaskan batin.
Begitulah pengalaman-pengalaman saya. Ya biasa saja sepertinya. Namun saya yang mengalaminya detail satu persatu merasakannya lebih luar biasa hingga sekarang.
Dan saya baru sadar, masa-masa ini juga pernah saya tulis di Masa Lalu yang Berbeda Tetapi Sama
0 comments:
Post a Comment