Jika Anda membaca judul artikel ini secara sekilas, mungkin anda akan berpikir bahwa bimbingan belajar adalah tempat belajar siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam belajar. Maka dari itu boleh dikatakan siswa tersebut terpacu motivasinya dari guru di sekolah. Seorang guru yang baik selalu mendorong para siswa untuk belajar dan terus belajar, karena belajar adalah proses long life education. Belajar tak mengenal tempat dan waktu. Tidak hanya di sekolah seorang siswa harus belajar tetapi di bimbingan belajar pun dia terus belajar. Inilah implikasi seorang guru yang baik dan telah menanamkan semangat belajar yang tinggi kepada siswa dan siswi untuk memperoleh pendidikan.
Penulis yakin seyakin-yakinnya tidak semua orang akan berpikir positif terhadap judul artikel ini, karena penulis sendiri beranggapan demikian. Penulis beranggapan bahwa bimbingan belajar adalah sebagai tempat peralihan siswa dalam belajar dan mendapat pendidikan. Mengapa dikatakan peralihan?. Penulis menganggap peralihan seperti analogi terhadap kalimat berikut: ”Para penduduk beralih menggunakan kompor gas untuk memasak”. Berarti penduduk tersebut mengganti alat memasak yang sebelumnya memakai kompor minyak menjadi gas yang fungsinya untuk memasak. Padahal untuk melakukan hal tersebut sangatlah berat. Disamping harganya mahal juga penduduk belum terbiasa menggunakannya. Tapi apa daya, bagai memakan buah simalakama. Ini sama halnya mengatakan siswa beralih tempat belajar dari sebelumnya sekolah menjadi bimbingan belajar. Memang sungguh berat melakukan hal ini, di samping mahal biaya operasionalnya juga belum tentu cocok dengan keinginan dan selera siswa. Tapi mau apa lagi, daripada ketinggalan pelajaran dan sulit menerima pelajaran di sekolah maka jalan satu-satunya adalah mengikuti bimbingan belajar.
Sebenarnya apa sih yang membuat hal demikian. Hal ini pastinya berhubungan dengan pelayanan sekolah yang buruk. Pelayanan apakah itu? yang pasti kita semua tahu bahwa pelayanan itu adalah pelayanan mendapat pendidikan. Dan ini berhubungan dengan subjek pemberi pelayanan tersebut yaitu guru. Dikatakan pada awal paragraf bahwa guru yang baik telah mendorong belajar para siswa. Apakah iya ? mungkin tidak kalau yang terjadi bukan demikian. Kalau yang terjadi adalah kualitas pengajaran yang buruk, mungkin ya atau tidak. Sebagai makhluk yang berakal sehat pasti akan mengatakan 100% ya. Ya inilah penyebab dari rendahnya kualitas guru.
Penulis berani mengatakan demikian karena penulis sendiri adalah orang yang telah mengenyam bangku pendidikan. Padahal kalau dipikir-pikir untuk belajar di bimbingan belajar tidaklah mudah. Biaya yang tinggi adalah kesulitan utamanya. Di samping itu membuat capek dan lelah para siswa. Bayangkan seandainya pulang sekolah jam satu siang kemudian jadwal bimbingan belajar jam dua, kemudian pelaksanaannya tiga kali seminggu. Apakah siswa tersebut dapat belajar secara optimal. Banyaknya belajar bukan penentu berhasilnya proses belajar apalagi ditambah faktor kelelahan dan keletihan.
Di bawah ini sebagai contoh dari beberapa guru yang buruk dalam proses pemberian pembelajaran pada siswa.
- Guru hanya duduk manis di kelas, jarang dan sedikit memberikan materi dan hanya memberikan latihan soal yang banyak.
- Guru hanya memberikan tugas untuk diskusi suatu bab dalam pelajaran, sehingga membuat siswa belajar sendiri terhadap materi diskusi dengan alasan kurikulum KBK dan siswa yang harus aktif dalam belajar.
- Guru terlalu berpatokan pada buku pelajaran dan terkesan statis dalam mengajar.
- Guru yang otoriter dan terkesan militer sehingga siswa seakan-akan seorang robot yang dapat begitu saja meng-input dan memproses materi pelajaran.
- Kehadiran guru yang sering absen karena sering mengikuti penataran dan tugas di luar sekolah.
- Merasa tanggung jawab sebagai seorang guru merupakan sampingan karena telah menjabat posisi penting dalam kedudukan di sekolah ataupun di luar sekolah. seperti telah menjabat Wakil kepala sekolah, pembina kesiswaan dan lain-lain
- Profesionalitas guru yang kurang. Kebanyakan kasus seorang guru yang seharunya tidak layak tetap diberikan kesempatan untuk mengajar seperti contoh lulusan teknik elektro yang mengajar fisika. Seharusnya yang dari lulusan fisika IKIP lah yang layak. Karena mereka pastinya tahu bagaimana cara mengajar dengan baik dan metodenya kepada siswa-siswi mereka, bukan malah lulusan teknik elektro yang mentang-mentang ada unsur fisikanya. Dan lain-lain.
Sebenanya jika kualitas pengajaran guru baik dalam sekolah, penulis yakin yang dinamakan lembaga bimbingan belajar tidak berjumlah sedemikian banyaknya seperti sekarang dan kalau ada paling hanya beberapa. Penulis tidak mau menyebutkannya satu persatu lembaga tersebut karena artikel ini bukan promosi bimbingan belajar.
Jadi hal apakah yang menentukan kualitas guru di sekolah. Cara mudah mengetahuinya yaitu lihat saja jumlah siswa yang mengikuti bimbingan belajar di sekolah tersebut. Jika jumlah siswanya yang mengikuti bimbingan belajar adalah sedikit, asumsi penulis bahwa dapat dikatakan sekolah tersebut telah memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi para siswa. Dan terjadi sebaliknya. Tidak usah penulis cantumkan karena Anda pasti akan bisa menebaknya. Rasanya berat untuk mengatakan demikian. Tetapi atas dasar keprihatinan penulis terhadap pendidikan terutama dalam proses pengajaran di sekolah saat ini, penulis memberanikan diri untuk mengatakan demikian. Penulis yakin ada pihak yang kurang berkenan terhadap isi artikel ini. Untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga dapat bermanfaat dan penulis berharap kemajuan pendidikan Indonesia khususnya SMA Negeri 2 Tangerang. Amin
(Saripudin, Siswa SMAN 2 Tangerang, Minggu, 15 Juni 2008, 9:44 AM)
8 comments:
cieeee .... cieeee....
(sorry to say)your work is too heavy for me... But it's quite inspiring..
Maybe, next time i will make the simple article. It's just I tried to express my thought and practice through writing. Thnx for ur attention.
Baru baca blognya Pudin. Di SMA tempat sy mengajar sekarang, untuk kelas 3 sekitar 90% siswanya belajar di bimbel, indikasi guru yg tidak berkualitas, hiks...
@Anonymous: Anda siapa ya?
jgn salahkan guru aja om...bayangkan jumlah siswa 1 kelas lebih dari 40 org....g mankin semuanya terkontrol oleh guru.....klo dibimbel maksimal siswanya 15/kls....huhuuu....
Sebenarnya gagasan yang saya tulis tidak bertendensi kalau bimbel itu lebih baik dari pada sekolah, atau bukan terkontrol atau tidaknya siswa selama proses pembelajaran. Yang saya tulis adalah kualitas pengajaran guru kepada para siswanya.
Kalau guru baik dalam mengajar sudah barang tentu siswanya pun akan senang mengikutinya.
hmmm, sudah dilakukan penelitian secara menyelluruh? maksud saya, di sekolah2 yg kualitasnnya disebut "baik", apakah siswanya tidak belajar ke bimbel? Atau di sekolah2 yg kualitasnya sangat minim, apakah siswanya belajar ke bimbel?
Post a Comment