Ini cuma mau mengingat pengalaman saya ketika mendengar kuliah dari guru di sekolah. Dia adalah seorang guru mata pelajaran Kewarganegaraan. Ihh... mau tahu namanya atau tidak?. Saya rasa tidak penting. Eit... tetapi saya mau mencantumkan namanya saja di artikel ini. Mungkin ini sebagai wujud terima kasih saya oleh beliau. Meskipun tidak setimpal, tetapi tidak apalah.

Namanya Bapak Ndora Ginting.

Dari namanya pasti Anda bisa menebak. Ya.. betul beliau adalah Orang Batak. Nah.. ini lagi yang tidak penting banget.

Yang saya kagum dari beliau adalah orangnya sangat tegas, memiliki prinsip dan integritas yang tinggi. Terlihat dari gaya bicaranya yang perlahan namun pasti. Suara menggema ketika memberikan kuliah mengenai pelajaran. Dari raut mukanya kelihatan beliau orangnya galak, tetapi dari sikapnya tidak demikian. Orangnya baik. Apalagi pembawaannya yang serius ketika berbicara sesuatu. Tetapi selain serius beliau juga orangnya suka bercanda. Beliau dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk menjadi bahan lelucon. Itulah hebatnya beliau.

Saya lebih kagum ketika mendengar bahwa beliau sebenarnya sudah pensiun dari tugasnya mengajar karena usia beliau yang sudah cukup tua. Tetapi beliau masih mempunyai semangat yang tinggi untuk mengajar meskipun saya sendiri dan teman-teman sering tidak lulus dalam ujian Kewarganegaraan alias selalu remed (hehe... ini lebih gak penting).

Kayaknya terlalu jauh dari judul dan ngelantur. Baru tahu dia...

Apakah setiap kata harus dimaknai?. Pertanyaan ini timbul dari diri saya sendiri ketika mendengar kuliah dari guru saya tersebut. Ini terlintas ketika beliau berbicara tentang sistem pers yang ada di dalam negara demokrasi yang salah satunya adalah sistem pers kapitalis. Beliau menjelaskan, "Kapitalis berasal dari kata capital yang artinya modal." Kebetulan waktu itu ada teman saya yang melamun, kemudian beliau bertanya kepada dia, "Hei kamu, apa artinya modal." Sontak saya pun kaget, "Modal apaan yah? modal yaa modal, mau apa lagi." Saya ketakutan sendiri karena ngeri dapat giliran menjawab karena teman-teman saya juga semuanya pada bingung. Alhamdulillah, saya tidak kebagian menjawab. Tetapi akhirnya guru saya itu menjawab sendiri, "Ih.. masa modal aja gak tau, modal adalah sesuatu yang diperlukan untuk melakukan usaha, dan usaha itu macam-macam..." Di dalam hati saya, "Oh, begitu."

Sebenarnya saya tahu modal itu apa, tetapi masalahnya saya sulit mengungkapkannya. Lagipula kata 'modal' ini saya sering dengar dan saya tahu maksudnya. Tanpa memberikan makna pada kata itu pun saya tetapi memahaminya sebagai kata 'modal'.

Blast....!!

Apakah setiap kata harus dimaknai?

Kalau kasusnya seperti saya tadi memang kata harus tidak dimaknai, tetapi kata itu harus dipahami. Eit... maksudnya dipahami itu sebenarnya apa, padahal jika kita paham maka kita bisa memaknainya. Ini kontradiksi. Nah... akhirnya saya bingung sendiri.

Beruntung saya menemukan dua buah buku yang memberikan sedikit solusi dari masalah saya ini. Di dalamnya terdapat kalimat seperti ini,

"Makna sebenarnya dari sesuatu kata hanya dapat ditemukan dengan meneliti apa yang dilakukan seseorang dengannya, dan bukan dengan apa yang dikatakannya dengan kata tersebut"

Kemudian

"Words don't mean; People mean"

Kalimat pertama saya peroleh dari buku yang berjudul "Manusia Indonesia (sebuah pertanggungan jawab)" karya Mochtar Lubis yang dikutip dari ungkapan seorang pemenang hadiah nobel yaitu Percy W. Bridgeman, seorang ahli nuklir. Dan kalimat kedua saya peroleh dari buku yang berjudul "Psikologi Komunikasi" karya Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc.

Kedua kalimat itu memang saya tidak peroleh secara bersamaan. Namun ajaib juga, saya seakan-akan diberikan solusi atas kebingungan saya sendiri. Dan saya bersyukur atas hal ini. Padahal kebingungan itu hanya masalah sederhana dan iseng saja.

Ada satu kata yang terlupa yang sering terdengar dari mulut beliau,

"Ngeri-Ngeri Sedap...."