Semua yang kita rasakan muncul dari pikiran kita sendiri, contohnya rasa takut. Rasa takut ini tentu banyak macamnya, seperti rasa takut terhadap makanan tertentu, rasa takut terhadap tempat tertentu, rasa takut terhadap pelajaran tertentu, dan rasa takut lainnya. Namun, yang saya maksudkan di sini adalah rasa takut terhadap apa yang disebut itu hantu.

Jujur, ketika masih kecil saya sangat takut dengan hantu. Hampir setiap ke belakang rumah saja, saya selalu minta ditemani. Apalagi ke luar rumah sendirian, saya tidak berani sama sekali.

Sayangnya, ketika itu saya tidak sempat berpikir kenapa saya takut. Ketakutan saya sungguh menjadikan saya benar-benar penakut sejati. Ketakutan itu sungguh mengganggu saya. Saya tidak tahu darimana saya takut.

Hantu, sebenarnya apakah itu? setelah banyak mengetahui informasi mengenainya dan berdasarkan pengalaman orang-orang sekitar saya, saya menjadi lebih banyak tahu tentang hantu. Hantu benar-benar ada, namun tidak kelihatan.

Memang, dari kecil saya belum pernah melihat hantu sama sekali. Semacam, kuntilanak, pocong, ataupun sundel bolong, saya tidak pernah melihatnya secara langsung. Kalaupun pernah itupun hanya sekedar lewat televisi atau cerita dari orang-orang. Berarti yang saya takutkan sebenarnnya tidak kelihatan. Tetapi apakah yang tidak kelihatan itu berarti tidak ada?

Saya punya cerita sedikit. Ceritanya begini, ketika malam adik saya minta ditemani untuk buang air di WC belakang. Saya malas sekali dan saya tidak mau menemaninya. Akhirnya adik saya menangis. Saya tanya, "Udah sono, kencing senidiri aja, emangnya takut apaan?." Adik saya menjawab, "Iih... takut, ada setan." Dengan spontan saya menimpalinya, "Setan apaan, setan mah ada di mana-mana, tuh liat dibelakang ada setan." Dan ternyata adik saya malah menangis. "Udah jangan takut, setan emang ada di mana-mana, tapi enggak kelihatan," saya menambahkan. Tetapi tetap saja adik saya menangis dan akhirnya karena saya tidak mau menemani, dia buang air di tempat cuci, karena kebetulan saya berada di sana sedang duduk baca koran. Saya bilang, "Tuh, di situ ada setan." Adik saya menangis sejerit-jeritnya dan akhirnya tidak jadi kencing. Karena ini saya malah jadi diomeli. hehe...

Sekedar negasi dari yang kelihatan itu memang ada maka yang tidak kelihatan itu berarti tidak ada. Sederhana sekali, ketika itu saya mengucapkan kalau hantu (maksudnya setan) itu tidak kelihatan maka dia tidak ada. Karena itu buat apa takut, Toh memang tidak ada. Bodoh sekali saya dan saya salah, Lagipula yang tidak kelihatan itu belum tentu tidak ada.

Sayangnya anak kecil memang tidak bisa terpaku dengan rasio. Ini benar-benar jawaban dari pertanyaan mengapa saya tidak pernah berpikir tentang sebenarnya apa itu rasa takut dan tidak berusaha menghilangkan rasa takut itu sendiri. Yang sungguh mengganggu kehidupan saya kala itu.

Sebenarnya rasa takut terhadap hantu itu muncul dari tayangan-tayangan televisi. Saya baru sadar, ketika masih kecil saya sering menonton film "Si Manis Jembatan Ancol". Dari film itu saya mempunyai gambaran tentang hantu, seperti ada orang yang kepalanya buntung, sepotong tangan yang merayap ke mana-mana, dan hal-hal yang menyeramkan lainnya. Akhirnya, saya selalu terbayang hal-hal yang menyeramkan. Apalagi ditambah film "Di Sini Ada Setan", yang masih saya ingat muncul setiap hari senin, jam 8 malam, di SCTV. Saya hampir tidak pernah melewatkan acara itu. Sayangnya, film-film itulah yang ternyata yang membuat saya menjadi penakut.

Kesimpulannya berarti rasa takut itu muncul dari pikiran kita sendiri. Kita menyimpan memori tentang hantu, lalu kita mengingat dan mengimajinasikannya. Dengan imajinasi membuat sesuatu yang tidak ada bisa nampak menjadi ada. Dan itulah menjadi rasa takut.