Sebenarnya ada hal yang membuat saya terusik pada keunikan orang-orang di sekitar kehidupan saya yaitu tentang sebuah kecenderungannya terhadap sesuatu. Ini bukan kecenderungan terhadap suatu benda ataupun suatu materi tetapi terhadap suatu objek abstrak. Dan objek abstrak itu adalah penggunaan bahasa alias kata-kata.

Seringkali saya lihat orang tertentu suka sekali menggunakan kata-kata yang sulit dalam penjelasannya, baik dalam lisan maupun tulisan. Dan korbannya adalah yang menerima penjelasan itu yang tentunya menjadi sukar menangkap maksud yang disampaikan.

Misalkan kata 'pola pikir' disebut menjadi 'mind-set', kata 'perlengkapan' menjadi 'instrumen', dan lain-lain. Padahal kalau dipikir kata-kata tersebut memiliki makna sama. Mengapa ada kata-kata yang padanannya lebih mudah tetapi mereka lebih cenderung menggunakan kata-kata sulit. Seringkali juga seseorang menjadikan kata-kata tertentu menjadi bahasa asing, umumnya menggunakan bahasa Inggris. Saya sendiri juga bingung akan hal itu.

Pada mulanya saya sering menanggapi orang yang demikian ialah orang yang hanya untuk 'sok-sokan', menunjukan bahwa dia pintar, tetapi anggapan saya sepenuhnya salah. Memang ada saja yang demikian, namun ketika saya ketahui lebih lanjut ternyata itu hanya sebuah kecenderungan atau bahkan sebuah 'ketidakmampuan'.

Saya katakan kecenderungan karena ini halnya seperti hobi. Penggunaan kata-kata tertentu yang padanannya jarang dan sulit dimengerti lebih mengungkapkan gagasan, ide, dan pikiran. Dan saya katakan 'ketidakmampuan' karena seringkali orang tertentu sulit atau tidak memperoleh pengganti kata yang lebih pas untuk mengungkapkan gagasan tertentu. Ini bisa disebabkan orang tersebut belum pernah mempelajarinya atau dia lupa. Dan ini saya sebut sebagai sebuah 'ketidakmampuan'.

Hal yang paling terasa saat menemui kata-kata yang sulit dimengerti adalah ketika saya menemui filsafat-sebuah ilmu dasar humaniora. Bahasa filsafat penuh istilah-istilah rumit yang terkadang tidak mengandung makna dilihat dari sisi luarnya. Terkadang antara kata dan maknanya sangat jauh berbeda. Penggunaan kata-kata di dalam filsafat seperti hanya sebuah perantara, jembatan penyambung antara gagasan dan kenyataan ide filsuf. Memang hanya dengan kata-kata tertentu para filsuf atau orang-orang dapat membuat penggolongan atau klasifikasi dari apa yang dimaksud.

Seperti sebuah adanya hule dan morfe, tidak ada hule tanpa morfe dan sebaliknya tidak ada morfe tanpa hule. Dari hule kita bisa membentuk potensia menjadi berbagai morfe. Terjadinya sebuah morfe dari hule, meskipun seringkali hanya ada satu macam adalah tetap sebuah aktus.

Sebelumnya adalah filsafat yang pertama kali saya pelajari pada kelas 1 SMA. Pada saat itu yang memberikan adalah guru Sejarah SMAN 2 Tangerang saya, Bu Titik. Meskipun pada awalnya saya buta sama sekali pada filsafat tetapi berkat beliau saya jadi tahu. Dan saat itu ketika saya tahu filsafat, saya tidak tahu manfaat apa yang diperoleh dari filsafat itu sendiri. Sekarang saya menyadarinya, pondasi ilmu filsafat sangat mempengaruhi ilmu-ilmu eksakta. Walaupun antara eksakta dan humaniora adalah dua kajian yang berbeda, tetapi ternyata keduanya saling berhubungan erat.

Kayaknya jadi terlalu ngelantur. Padahal saya ingin juga menuliskan lebih lanjut tentang kaitan erat filsafat sebagai ilmu dasar humaniora dan matematika sebagai ilmu dasar eksakta, tetapi mungkin nanti saya akan membuat artikel tersendiri untuk topik tersebut.

Kembali ke topik utama, kecendrungan dan ketidakmampuan adalah dua hal yang menurut saya 'concise' banget untuk menggambarkan seseorang yang pada penjelasannya seringkali menggunakan kata-kata sulit. Tinggal menanggapi keunikan mereka apa adanya, dan memang kita sebagai manusia adalah makhluk yang sangat unik.

(semua hanya pandangan subjektif, diterima atau dibuang boleh saja, namun jika kalanya ada kesalahan itu wajar, karena saya manusia, alaahhh...lebay)